Universitas
Gunadarma
5 November 2015
Penyusun
Ivan Revaldi : 13115502
Reza Vahlevi : 15115848
Bedi Adama : 11115311
Aditya Bita
Prilyan : 10115174
Muhamad
Arsvarian P :
14115519
Stevenson
Kalajukin
: 16115686
G30 S PKI
KATA
PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas di bidang mata pelajaran ISD/iLmu
Sosial Dasar . Makalah ini berisikan tentang informasi Pemberontakan
G30S/PKI yang terjadi pada masa PKI merajalela di Indonesia dan usaha
penumpasannya.Diharapkan Makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pemberontakan G30S/PKI ini.
Dengan
terselesaikannya tugas makalah saya ini, maka saya berharap telah
memenuhi tugas ISD/iLmu Sosial Dasar dan mendapatkan nilai yang terbaik. Serta
bermanfaat bagi teman-teman sekalian.Saya menyadari bahwa Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan Makalahini.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...
1
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………..…………2
BAB I :
PENDAHULUAN…………………………………………………………….……. .3
A. Latar
Belakang……………………………………………………………...….. 3
B. Rumusan
Makalah……………………………………………………………… 3
C. Tujuan
Penulisan……………………………………………………………….. 3
BAB II :
PEMBAHASAN………………………………………………………….…………4
A. Peristiwa Gerakan
30 September PKI………………………………………...…4
B. Faktor-Faktor
Terjadinya G30S/PKI………………………………………...…10
C. Tawaran
Bantuan Dari Belanda………………………………………………..16
F. Isu
Keterlibatan Soeharto……………………………………………………....17
G. Pemberantasan
Gerakan G30S/PKI………………………………………….....17
I. Pasca
Kejadian……………………………..…………………………………..21
K. Supersemar………………………………………………………………..……24
L. Pertemuan
Jenewa, Swiss…………………………………………………....…24
M. Penumpasan
G30S/PKI………………………………………………………...25
N. Peringatan
G30S/PKI……………………………………………………..……27
BAB III :
PENUTUP……………………………………………………………………..….28
A. Kesimpulan………………………………………………………………....…28
DAFTAR
PUSTAKA……...…………………………………………………………………29
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang
tersebar ke seluruh Nusantara. Indonesia terdiri dari beberapa suku bangsa yang
mempunyai pandangan yang tidak sama. kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan
yang lainya tidak seimbang terutama pada saat masa penjajahan Belanda juga pada
masa Orde Lama. Untuk kesempatan kali ini materi yang akan di bahas adalah
Gerakan 30 September Partai komunis Indonesia Tahun 1965. Setiap partai komunis
di dunia, memilki garis politik yang sama. Tujuan mereka yaitu
merebut kekuasaan pemerintah dengan cara apapun. PKI merupakan partai komunis
yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya
berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga
mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan
pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota.
Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan
pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung. Garis
politik PKI dalam usaha mencapai tujuannya, tampak jelas sejak dari
pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 dan perkembangannya setelah tahun 1950
sampai meletusnya pemberontakan G-30-S/PKI.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peristiwa Gerakan 30
September PKI
Gerakan 30 September (dahulu juga
disingkatG 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga
Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang
terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai
di awal 1 Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi
militerIndonesia beserta
beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan
kepada anggota partai komunis.
Perayaan Milad PKI yang ke 45 di
Jakarta pada awal tahun 1965
PKI merupakan partai Stalinis yang terbesar
di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Sovyet. Anggotanya berjumlah sekitar
3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol
pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani
Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan
wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI
mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung serta tersebar
diseluruh daerah yang luas.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan
dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden dengan dukungan
penuh dari PKI.Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para
jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem
"Demokrasi Terpimpin".PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin"
Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan
Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin",
kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan
masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.Pendapatan ekspor menurun,
foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah.
PKI telah menguasai banyak dari organisasi
massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi
Terpimpin dan dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk
membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para
petinggi militer menentang hal ini.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin
lama makin berusaha menghindari bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan
polisi dan militer.Pemimpin-pemimpin PKI mementingkan "kepentingan
bersama" polisi dan "rakyat".Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami
slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964,
Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap
sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan
seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subyek karya-karya
mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan
ribu petani bergerak merampas tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan
besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah.Untuk mencegah
berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya
untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah
dan untuk meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan
bersenjata.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai
menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS.Kepemimpinan PKI
menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama,
jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet.
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam
kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya
bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis
"rakyat".
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas
persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk
pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang
terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan
mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang
berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan
massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka,
depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan
memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa
"NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan
bekerjasama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI
tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia.Di bulan
Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatur militer dan negara
sedang diubah untuk memecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
Peristiwa.
Peristiwa.
Sumur lubang
buaya
Menjelang di lancarkanya G 30 S/PKI, banyak
sekali kegiatan – kegitan yang dilaksanaknya oleh Biro Khusus PKI yang telah di
bentuk pada tahun 1964 dengan mengadakan beberapa kali rapat rahasia yang di
ikuti oleh beberapa orang oknum ABRI. Rapat pertama 6 September 1965 yang di
laksanakan rumah Kapten Wahjudi Jl. Sindanglaya 5, Jakarta, di ikuti oleh :
1. Sjam
Kamaruzaman
2. Pono
( Soepono)
3. Letnan
Kolonel Untung Sutopo (Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen
Cakrabirawa)
4. Kolonel
A.Latief ( Komandan Brigade Infantri I Kodam V/Jaya )
5. Mayor
Udara Suyono ( Komandan Pasukan Pengawal Pangkalan (P3) PAU Halim )
6. Mayor
A.Sigit (Komandan Batalyon 203 Brigade Infantri I Kodam V/Jaya)
7. Kapten
Wahjudi (Komandan Kompi Artileri sasaran Udara)
Rapat ini membicarakan tentang situasi umum
sebelum gerakan dan isu sakitnya Bung Karno. Selanjutnya Sjam melontarkan isu
adanya Dewan jendral yaitu yang mengungkapkan adanya beberapa
petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk
menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan
pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno,
dan dari ABRI pun terhasut dan ikut dalam gerakan yaitu Letnan Kolonel Untung,
Komandan Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa (pasukan pengawal Presiden).Sjam
kemudian menyampaikan instruksi Aidit untuk mengadakan gerakan mendahului
kudeta Dewan Jendral. Setelah rapat pertama kemudian banyak diadakan
lagi rapat – rapat selanjutnya guna membahas persiapan serangan gerakan.
Diantaranya rapat ke-2 pada tanggal 9 September 1965, rapat ke-3 tanggal 13
September 1965, rapat ke-4 tanggal 15 September 1965, rapat ke-5 tanggal 17
September 1965, rapat ke-6 19 September 1965, dan rapat ke-7 tanggal 22
September 1965, ke-8 24 September 1965, ke-9 tanggal 29 September 1965.
Pada rapat-rapat setelah rapat ke -6
membahas tentang penetapan sasran gerakan bagi masing – masing pasukan yang
akan bergerak menculik atau membunuh para jendral Angkatan Darat yg di beri
nama pasukan Pasopati. Pasukan teritorial dengan tugas menduduki
gedung RRI dan gedung Telekomunikasi di beri nama
Pasukan Bimasaktikemudian pasukan yang mengkoordinasi lubang Buaya di beri
nama Pasukan Gatotkaca. Setelah persiapan terahir selasai, rapat
terahir di adakan tanggal 29 September 1965 yang dilaksanakan di rumah Sjam,
gerakan itu dinamakan “Gerakan 30 September” ( G 30 S/PKI atau Gestapu/PKI). Secara
fisik-militer gerakan di pimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon 1
Resimen Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) selaku pimpinan formal seluruh
gerakan.
Pelaksanaan G30S/PKI 1965 Pada 30
September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam
upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang
loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung.Panglima
Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan
penumpasan terhadap gerakan tersebut.Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno
membuktikan bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan PKI untuk memicu
ketidakpastian di masyarakat. Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok
Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil)
yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada
tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil
pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai
politik pada masa itu.
Korban keenam
pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
Panglima
Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani
Mayjen
TNI R. Suprapto
Mayjen
TNI M.T. Haryono
Mayjen
TNI Siswondo Parman
Brigjen TNI DI Panjaitan
Brigjen
TNI Sutoyo Siswomiharjo
Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut
sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut.
Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu
Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga
turut menjadi korban:
• AIP Karel Satsuit Tubun
• Brigjen Katamso Darmokusumo
• Kolonel Sugiono
• AIP Karel Satsuit Tubun
• Brigjen Katamso Darmokusumo
• Kolonel Sugiono
Para korban tersebut kemudian dibuang ke
suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya.Mayat
mereka ditemukan pada 3 Oktober setelah
Pasca kejadian. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pasca kejadian. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau
rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara
angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik
dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan
organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi
Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak
ulang di koran CPA bernama "Tribune".
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Sovyet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan. Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Sovyet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan. Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."
Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di
Havana di bulan Februari 1966, perwakilan Uni-Sovyet berusaha dengan segala
kemampuan mereka untuk menghindari pengutukan atas penangkapan dan pembunuhan
orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat
Indonesia.Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rejim Suharto. Parlemen
Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari, menyatakan
"penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari
Nepal, Mongolia, Uni-Sovyet dan negara-negara lain di Konperensi Solidaritas
Negara-Negara Afrika, Asia dan Amerika Latin, yang berhasil menetralisir
usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang dinamakan pergerakan 30
September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk bercampur-tangan di
dalam urusan dalam negeri Indonesia."
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11
Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat
Perintah Sebelas Maret (Supersemar).Ia memerintah Suharto untuk mengambil
"langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan
untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini
pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI.Sebagai penghargaan atas
jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagai presiden tituler diktatur militer
itu sampai Maret 1967. Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti
kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap
dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan
oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto.
Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini,
semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan
simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu
pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp
tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.Berapa jumlah orang yang dibantai tidak
diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang,
sementara lainnya 2.000.000 orang.Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang
menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
Dihasut
dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi
muslim sayap-kanan melakukan pembunuhan-pembunuhan massa, terutama di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat
Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu
"terbendung mayat".
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan puluhan ribu dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan bahwa:
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan puluhan ribu dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan bahwa:
Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan
rasialis "anti-Cina" terjadi.Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai
pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian
kontra-revolusioner ini dipecat secara paksa dan tidak hormatoleh
pemerintah.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi.Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk beberapa dozen sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi.Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk beberapa dozen sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006,
diadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan
terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia.Acara
yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi
kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu
juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad
Aidit, Haryo Sasongko, Sasmaja, dan Putmainah.
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang
berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan
pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi
pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI
AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa
G30S/PKI. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia
yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan
pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi
pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI
AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa
G30S/PKI. Tujuan dari pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara
RI dan menggantinya menjadi negara komunis.Beruntunglah pada saat itu Muso dan
Amir Syarifuddin berhasil ditangkap dan
Faktor-faktor
terjadinya G30S/PKI
Gerakan
30 September atau yang sering disingkat G 30 S
PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga
Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang
terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai
di awal 1 Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi
militer Indonesia beserta
beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan
kepada anggota Partai Komunis Indonesia.
D.N. Aidit sebagai ketua PKI yang terpilih
pada tahun 1951, dengan cepat mulai membangun kembali PKI yang porak poranda
pada tahun 1948.Usaha itu berhasil baik, sehingga pemilihan umu tahun 1955 PKI
berhasil menempatkan dirinya menjadi salah satu diantara empat partai besar di
Indonesia.Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan
konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari
PKI.Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral
militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin".PKI menyambut "Demokrasi
Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat
untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang
dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin",
kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan
masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.Pendapatan ekspor
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin
berusaha memprovokasi bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi
dan militer.Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara denga
slogan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat".Pemimpin
PKI DN Aidit mengilhami
slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI
membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan
bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat
"massa tentara" subyek karya-karya mereka. kemudian, di tahun yang
sama 1964, PKI sudah merasa partai terkuat yang mulai melakukan persiapakan
untuk melancarkan perebutan kekuasaan. Tahun 1964 di bawah pimpinan D.N. Aidit
membentuk Biro Khusus Langsung yaitu, Sjam Kamaruzaman, Pono (Soepono
Marsudidjojo), dan Bono Walujo.Biro khusus ini yang aktif melakukan pematangan
situasi bagi perebutan kekuasaan dan melakukan Inflitrasi ke dalam tubuh ABRI.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas
tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI.Bentrokan-bentrokan besar terjadi
antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Bentrokan-bentrokan tersebut
dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap
tanah, tidak peduli tanah siapa pun (milik negara=milik bersama). Kemungkinan
besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai komunis
menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat
Menjelang lahir 1965 Biro khusus PKI
terus melancarkan aksinya dengan melakukan pertemuan – pertemuan rahasia yang
kesimpulannya akan dilaporkan kepada D.N.Aidit sebagai pimpinan tertinggi gerakan.
Sjam Kamaruzaman sebagai pimpinan pelaksana, Pono (Soepono Marsudidjojo)
sebagai wakil pimpinan gerakan, dan Bono sebagai pimpinan pelaksanan kegiatan
yang di instruksikan untuk mengadakan persiapan-persiapan menjelang pelaksanaan
kegiatan.
Pengangkatan
Jenazah di Lubang Buaya
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa
sekolah angkatan bersenjata di mana ia berbicara tentang "perasaan
kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara
Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para
komunis".
Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap
para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri.Kepemimpinan PKI tidak
berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas
persiapan-persiapan untuk pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk
pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang
terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan
mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang
berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan
massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka,
depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan
memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa
"NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan
bekerjasama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI
tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia.Di bulan
Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara
sedang diubah untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
Isu sakitnya
Bung Karno
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S
telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno.Hal ini meningkatkan kasak-kusuk
dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia.Namun menurut
Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal
ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.Tahunya Aidit akan
jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan PKI untuk
memicu ketidakpastian di masyarakat.
Isu masalah
tanah dan bagi hasil
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan
kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada
tahun 1948. Panitia
Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai
ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun
undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga
menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah
yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan
melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini
antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten
yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh
militer untuk membersihkannya.
Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya
NU, tapi juga dengan Persis dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di
hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di
propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat bahkan
sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30
September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana
kudeta 30 September tersebut).
Faktor
Malaysia
Negara Federasi Malaysia yang
baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963adalah salah satu faktor penting dalam
insiden ini.Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan
salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan
motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada
akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.
“
|
“ Sejak demonstrasi
anti-Indonesia di Kuala
Lumpur, di mana para demonstran menyerbu gedung KBRI,
merobek-robek foto Soekarno,
membawa lambang negara Garuda Pancasila ke
hadapanTunku Abdul Rahman—Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan
memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun
meledak. “
|
”
|
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk
tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia dan
ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan
sebutan "Ganyang
Malaysia" kepada negara Federasi Malaysia yang
telah sangat menghina Indonesia dan presiden Indonesia. Perintah Soekarno
kepada Angkatan Darat untuk meng"ganyang Malaysia" ditanggapi dengan
dingin oleh para jenderal pada saat itu. Di satu pihak Letjen Ahmad Yani tidak
ingin melawan Malaysia yang dibantu oleh Inggris dengan anggapan bahwa tentara
Indonesia pada saat itu tidak memadai untuk peperangan dengan skala tersebut,
sedangkan di pihak lain Kepala Staf TNI Angkatan Darat A.H. Nasution setuju
dengan usulan Soekarno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini akan
ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di
Indonesia.
Posisi Angkatan Darat pada saat itu serba
salah karena di satu pihak mereka tidak yakin mereka dapat mengalahkan Inggris,
dan di lain pihak mereka akan menghadapi Soekarno yang mengamuk jika mereka
tidak berperang. Akhirnya para pemimpin Angkatan Darat memilih untuk berperang
setengah hati di Kalimantan.
Tak heran, Brigadir Jenderal Suparjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat,
mengeluh, konfrontasi tak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya
disabotase dari belakang. Hal ini juga dapat dilihat dari kegagalan operasi
gerilya di Malaysia, padahal tentara Indonesia sebenarnya sangat mahir dalam
peperangan gerilya.
Mengetahui bahwa tentara Indonesia tidak
mendukungnya, Soekarno merasa kecewa dan berbalik mencari dukungan PKI untuk
melampiaskan amarahnya kepada Malaysia. Soekarno, seperti yang ditulis di otobiografinya,
mengakui bahwa ia adalah seorang yang memiliki harga diri yang sangat tinggi,
dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk mengubah keinginannya
meng"ganyang Malaysia".
“
|
“ Soekarno adalah seorang
individualis. Manusia jang tjongkak dengan suara-batin yang menjala-njala,
manusia jang mengakui bahwa ia mentjintai dirinja sendiri tidak mungkin
mendjadi satelit jang melekat pada bangsa lain. Soekarno tidak mungkin
menghambakan diri pada dominasi kekuasaan manapun djuga. Dia tidak mungkin
menjadi boneka. ”
|
”
|
Di pihak PKI, mereka menjadi pendukung
terbesar gerakan "ganyang Malaysia" yang mereka anggap sebagai antek
Inggris, antek nekolim.PKI juga memanfaatkan kesempatan itu
untuk keuntungan mereka sendiri, jadi motif PKI untuk mendukung kebijakan
Soekarno tidak sepenuhnya idealis.
Pada saat PKI memperoleh angin segar,
justru para penentangnyalah yang menghadapi keadaan yang buruk; mereka melihat
posisi PKI yang semakin menguat sebagai suatu ancaman, ditambah hubungan
internasional PKI denganPartai Komunis sedunia, khususnya
dengan adanya poros Jakarta-Beijing-Moskow-Pyongyang-Phnom Penh.
Soekarno juga mengetahui hal ini, namun ia memutuskan untuk mendiamkannya
karena ia masih ingin meminjam kekuatan PKI untuk konfrontasi yang sedang
berlangsung, karena posisi Indonesia yang melemah di lingkungan internasional
sejak keluarnya Indonesia dari PBB (20 Januari 1965).
Faktor Amerika Serikat
Amerika Serikat pada waktu itu sedang
terlibat dalam perang
Vietnam dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh
ke tangan komunisme.Peranan
badan intelejen Amerika Serikat (CIA)
pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada Adam Malik dan walkie-talkie serta obat-obatan
kepada tentara Indonesia.Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini
dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh
Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.
Salah satu pandangan mengatakan bahwa
peranan Amerika Serikat dalam hal ini tidak besar, hal ini dapat dilihat dari
telegram Duta Besar Green ke Washington pada tanggal 8 Agustus 1965 yang mengeluhkan bahwa usahanya
untuk melawan propaganda anti-Amerika di Indonesia tidak memberikan hasil
bahkan tidak berguna sama sekali. Dalam telegram kepada Presiden Johnson
tanggal 6 Oktober, agen CIA
menyatakan ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang dirasa tidak masuk akal
karena situasi politis Indonesia yang sangat menguntungkan mereka, dan hingga
akhir Oktober masih terjadi kebingungan atas pembantaian di Jawa Tengah,Jawa Timur,
dan Bali dilakukan
oleh PKI atau NU/PNI.
Pandangan lain, terutama dari kalangan
korban dari insiden ini, menyebutkan bahwa Amerika menjadi aktor di balik layar
dan setelah dekrit Supersemar Amerika memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada
militer untuk dibunuh. Namun hingga saat ini kedua pandangan tersebut tidak
memiliki banyak bukti-bukti fisik.
Faktor
Ekonomi
Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu
yang sangat rendah mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur.
Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan "ganyang Malaysia" yang
dianggap akan semakin memperparah keadaan Indonesia.
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga
makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras,
minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.Beberapa faktor yang
berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan
gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang
menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat
Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan
makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka menggunakan kain dari
karung sebagai pakaian mereka.
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab
kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat
adanyabacklash terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh
anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.
Tawaran
bantuan dari Belanda
Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan
untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh
pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan
memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk
melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia.
Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun
kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak
kepada AS.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai
organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan
sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai
Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain
Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk,
Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan
sipil seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari
kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko
Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto
(Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III,
dan menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief
dan Kapten Untung Samsuri.
Isu
Keterlibatan Soeharto
Hingga saat ini tidak ada bukti
keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi penculikan tersebut. Satu-satunya
bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan Soeharto yang saat itu menjabat
sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan Panglima Komando Strategis Cadangan
Angkatan Darat tidak membawahi pasukan, berbeda dengan sekarang) dengan
Kolonel Abdul
Latief di Rumah Sakit Angkatan Darat.
Meski demikian, Suharto merupakan pihak
yang paling diuntungkan dari peristiwa ini.Banyak penelitian ilmiah yang sudah
dipublikasikan di jurnal internasional mengungkap keterlibatan Suharto dan CIA.
Beberapa diantaranya adalah, Cornell Paper,
karya Benedict R.O'G. Anderson and Ruth T. McVey (Cornell University), Ralph
McGehee (The Indonesian Massacres and the CIA), Government Printing Office of
the US (Department of State, INR/IL Historical Files, Indonesia, 1963-1965.
Secret; Priority; Roger Channel; Special Handling), John Roosa (Pretext for
Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'État in
Indonesia), Prof. Dr. W.F. Wertheim (Serpihan Sejarah Th65 yang Terlupakan).
Pemberantasan Gerakan G30S/PKI
1. Tanggal
1 Oktober 1965
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak
tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat
Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD
di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi,
dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada
di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana.
2. Tanggal
2 Oktober 1965
Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di
bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto.Pada
pikul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD.
3. Tanggal
3 Oktober 1965
Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965,
pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah
Lubang Buaya.Setelah usaha pencarian perwira TNI – AD dipergiat dan atas
petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI, tetapi
berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut
dibawah ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif,
akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 titemukan tempat para perwira yang diculik
dan dibunuh tersebut.. Mayat para perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur
yang bergaris tengah ¾ meter dengan kedalaman kira – kira 12 meter, yang
kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.
4. Tanggal
4 Oktober 1965
Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali
(karena ditunda pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB hingga keesokan hari)
yang diteruskan oleh pasukan Para Amfibi KKO – AL dengan disaksikan pimpinan sementara
TNI – AD Mayjen Soeharto. Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari
sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa.Hal
inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang
mereka alami sebelum wafat.
5. Tanggal
5 Oktober 1965
Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar
Angkatan Darat.
Pasca
kejadian
Pemakaman para pahlawan revolusi. Tampak
Mayjen Soeharto di sebelah kanan
Literatur propaganda anti-PKI yang pasca
kejadian G30S banyak beredar di masyarakat dan menuding PKI sebagai dalang
peristiwa percobaan "kudeta" tersebut.
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD,
PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor
Telekomunikasi yang
terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman
tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota
“Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan
pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI.Yogyakarta, PKI
melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta)
dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta).Mereka diculik
PKI pada sore hari 1 Oktober 1965.Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas
menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral
PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para
"pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta
untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno
mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu
persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian
kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua
anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi
Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak
ulang di koran CPA bernama "Tribune".
Pada tanggal 12 Oktober 1965,
pemimpin-pemimpin Uni-Soviet Brezhnev, Mikoyan dan Kosyginmengirim pesan khusus untuk Sukarno:
"Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda
telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio
kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari
kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."
Supersemar (Surat
Perintah Sebelas Maret)
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan
tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret.Ia memerintah
Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk
mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan
tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI.Sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagaipresiden tituler
diktatur militer itu sampai Maret1967.
Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar
menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri,
ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada
tanggal 24
November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKINyoto.
Pertemuan
Jenewa, Swiss
Menyusul peralihan tampuk kekuasaan ke
tangan Suharto, diselenggarakan pertemuan antara para ekonom orde baru dengan
para CEO korporasi multinasional di Swiss, pada bulan Nopember 1967. Korporasi
multinasional diantaranya diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank,
General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American
Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper
Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, dan Chase
Manhattan. Tim Ekonomi Indonesia menawarkan: tenaga buruh yang banyak dan
murah, cadangan dan sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar.
Hal ini didokumentasikan oleh Jhon Pilger
dalam film The New Rulers of World (tersedia di situs video google) yang
menggambarkan bagaimana kekayaan alam Indonesia dibagi-bagi bagaikan rampasan
perang oleh perusahaan asing pasca jatuhnya Soekarno. Freeport mendapat emas di
Papua Barat, Caltex mendapatkan ladang minyak di Riau, Mobil Oil mendapatkan
ladang gas di Natuna, perusahaan lain mendapat hutan tropis. Kebijakan ekonomi
pro liberal sejak saat itu diterapkan.
Penumpasan
G30S/PKI
Penumpasan G30S/PKI
1965 Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI,
atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai
kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang
lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan
diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober),
Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang
dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan
500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga orang.
Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam
bulan yang mengikuti kudeta itu.
Dihasut dan dibantu oleh tentara,
kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti
barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan
massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa
Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di
tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat". Pada akhir
1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI
telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di
kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu
militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang
terketahui dan melakukan pembantaian keji.
Peringatan G30S/PKI
Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya
Sesudah kejadian tersebut, 30 Septemberdiperingati
sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September (G-30-S/PKI).Hari
berikutnya, 1
Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.Pada masa
pemerintahan Soeharto,
biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di
seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap
tahun pada tanggal 30 September.Selain itu pada masa Soeharto biasanya
dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan
dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata.Namun
sejak era Reformasi bergulir,
film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang
dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, para eks pendukung PKI mengadakan
rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap
ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia.Acara yang
bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi
kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas
academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban
tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan
Putmainah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal
dengan peristiwa pemberontakan yang dilakukan PKI, yang bertujuan untuk
menyebarkan paham komunis di Indonesia.Pemberontakan ini menimbulkan banyak
korban, dan banyak korban berasal dari para Jendral Angkatan Darat
Indonesia.Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan pertanggung
jawaban Presiden Soekarno kepada MPRS.Dengan ditolaknya laporan Presiden
Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang berazaskan kepada
pancasila dan UUD 1945.
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di
Indonesia telah memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik
masyarakat Indonesia yaitu Dampak politik dan Dampak Ekonomi.Setelah supersemar
diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi.Kepemimpinan
Soekarno kehilangan supermasinya.MPRS kemudian meminta Presiden Soekarno untuk
mempertanggung jawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan dengan
G30S/PKI.Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan pertanggung
jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa
G30S/PKI.
Cara-cara yang dilakukan oleh partai
komunis dalam usaha kudeta yaitu merebut kekuasaan dari tangan pemerintah
sangat kejam.Oknum PKI ini melancarkan isu yaitu Isu Dewan
Jendaral yaikni yang mengungkapkan bahwa adanya beberapa petinggi Angkatan
Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya.Hal
ini dilakukan untuk mencari kambing hitam atas rencana kudeta G 30 S/PKI terhadap
Pemerintah.G 30 S/PKI 1965 sampai saat ini masih menyisakan misteri yang
membingungkan, dan kejadian tersebut juga masih sangat terasa begitu
menegerikan.Isu bahwa adanya keterlibatan Soeharto pun mencuak setelah
berjalanya Orde Baru sampai pada keruntuhannya.Sejarah panjang terjadi di
Indonesia yang membuat bangsa lebih dewasa dalam menyikapi peristiwa yang dpat
menjadi catatan sejarah Bangsa.Semoga kita dapat mengambil hikmah dari setiap
kejadian, untuk Menuju pada perubahan ke arah yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar